photografer, pria ini mencerminkan di sampin jendela
Oleh: Elia Edowai
Di petang hari.
waktu bangsa orang sa heran.
Mengenang deng kenyataan.
Apakah sudah tau memang.
Atau hanya mo ikut-ikutan.
Sa bingung, heran tapi semua memang kenyataan.
Sepersen, bagai uang seng-seng di penjajahan kaisar Pilatus gambaran koin.
Beberapa koin, dia memegang.
Bahkan pukul 3 sebelum terang.
1 nyawa melayang, ratusan jiwa bersenang-senang tanpa sayang.
"Jangan!!!"
"Jangan!!!"
"Jangan!!!"
Hanya di bungkam
Sayang, irianiku
Kau tercipta berbeda dengan yang lain.
Banyak kekayaan, banyak pula juga kekejaman.
Kecantikan, kelemahlebutan.
Indah dipandang
Kau tercipta bukan untuk dikurung iriani.
Kau ada bukan untuk ditelanjangi.
Kau bukan untuk Kapitalis asing yang datang menyerang lambung.
Oooh iriani...
Pemilikmu ialah mereka yang berkorban.
Bukan mereka yang bersenang goyang deng korupsi bermuka topeng.
Jika kelak akhir hari pengadilan.
Jangan kau bungkam, sebab mereka sudah membungkam.
Kau harus tau iriani.
Kesengsaraan, dikurung bukan hanya sebagai dongeng akan tetapi kenyataan......
Iriani sayang.
jangan sayang tetapi telang deng senapan.
Jika mereka menyerang lelakimu di hutan.
Telanglah mereka hingga ke kerajaan cacing.
Dan memuntahkanlah mereka dikerajaan perempatan sorong.
Dan ingat iriani!!!
Di pinggir kulit cantikmu
Ada yang menyetujui membebaskan engkau.
Terimalah mereka jika mereka dikejar pisau.
Sebab tak semua hitam adalah kekasihmu.
Dan tak semua putih adalah lawanmu.
Rektorat, 9 Juli 2024.
Penulis adalah mahasiswa papua kulia di gorontalo
Editor: ( Donatus Kudiai )
0 Komentar